Bow Vernon, prihatin dengan persaingan
yang tidak sehat diantara para pesulap
Ternyata
sulap bisa jadi terapi membangkitkan rasa percaya diri meski baru bisa
1 trik. Itu yang dirasakan Bow Vernon. Sebelumnya, pemilik nama asli
Aditya Aribawa itu bisa gemetaran jika harus bicara di depan umum,
bahkan di depan teman-temannya sendiri.
Sekitar tahun 1994, saat liburan
bersama keluarganya, Aditya Aribawa alias Bow Vernon makan di sebuah
restoran. Di restoran itu ada seorang pesulap yang menghampiri setiap
meja. Trik sulap kartu yang dimainkan di depan Bow dan keluarganya
membuat Bow terheran-heran dan sangat ingin memiliki alat sulap. Bow
sampai merengek-rengek pada mamanya untuk dibelikan alat sulap.
Begitu dibelikan kartu sulap, Bow
tidak bosan-bosannya menunjukkan kebolehan pada teman-temannya di
sekolah. Selama setahun Bow cuma bisa sulap 1 trik yang sama : menebak
kartu yang diambil dan dikembalikan ke dalam tumpukan yang kemudian
dikocok acak. Tanpa disadari, Bow lupa bahwa sebelumnya ia selalu grogi
jika tampil di depan teman-temannya.
Selama setahun ilmu sulapnya
nggak nambah-nambah karena dulu alat sulap belum mudah didapat. Bow
sempat lupa dengan sulap selama lebih dari 5 tahun, sampai ketika duduk
di kelas 3 SMA di SMAN 3, Jakarta.
Perhatiannya pada sulap kembali
muncul karena ada acara Impresario di RCTI yang menampilkan pesulap
Deddy Corbuzier. Kakaknya Bow yang bekerja di Indosat, pihak yang
mensponsori acara itu, mengajak Bow nonton shooting acara tersebut. Bow
sempat beberapa kali datang ke acara itu karena sangat tertarik dengan
sosok sang pesulap.
Seorang teman Bow yang ternyata
belajar sulap pada Deddy Corbuzier mengajaknya main ke rumah Deddy
Corbuzier beberapa kali. Bow selalu terkagum-kagum dengan ruang dalam
di rumah Deddy Corbuzier yang penuh dengan alat dan buku-buku
pengetahuan sulap. Namun, Bow sama sekali tidak punya keberanian
mencobanya, jangankan mencoba, mendekatpun Bow nggak punya nyali. Tiap
kali datang ke rumah sang pesulap, Bow cuma berani duduk sambil
mengagumi semuanya dari tempat ia duduk. Belakangan Bow baru tahu bahwa
Deddy Corbuzier hanya mau mengajar kepada orang-orang yang nggak
“nggratak” barang-barang sulapnya.
Saling berbagi di “OpenStage”, ajang para pesulap yang digagas Bow Vernon
Mulai tahun 2000, ketika Bow
masih kuliah di jurusan Ekonomi Trisakti, ia secara resmi tercatat
sebagai murid pertama Deddy Corbuzier. Ia memilih menggunakan nama Bow
Vernon karena ketertarikannya pada Dai Vernon, satu-satunya pesulap
yang bergelar profesor. Setelah Bow, datanglah murid lain yaitu, Oge,
Farou, Demian dan Decky.
Selama hampir setahun, Bow
bersama murid lainnya tidak hanya diajarkan trik sulap dan teater, tapi
juga diwajibkan ngamen seminggu sekali di Roti Bakar EDDY, sebuah
tempat nongkrong di daerah Blok M Jakarta Selatan. Kewajiban ini bikin
Bow gelisah.
Karena penampilan mereka direkam
oleh rekan mereka sendiri, Bow kena hukuman dari gurunya karena di sesi
pertama itu Bow tidak unjuk kebolehan sama sekali, akibatnya Bow
justru harus ngamen sendirian di minggu berikutnya.
Antara sebal dan bersyukur, pria
kelahiran Jambi 24 Oktober 1982 itu sadar, cara yang diwajibkan itu
adalah latihan terbaik untuk menguasai panggung di depan pemirsa.
Semakin banyak muridnya, tahun
2003 Deddy Corbuzier membentuk Pentagram. Pentagram yang sebelumnya
dikenal hanya sosok Deddy Corbuzier, kemudian dikenal lebih luas di
kalangan pesulap, lengkap sebagai tim manajemen.
Bersama Oge Arthemus dan Decky
San, Bow tampil rutin di acara TV “Memang Sulap Memang Sihir” tahun
2003. Setelah syuting 13 episode, Bow mulai berpikir untuk lebih serius
di sulap. Inilah titik balik bagi hidup Bow. Ia membulatkan tekad
untuk terjun di dunia sulap sebagai profesinya. Sejak itu kuliahnya
mulai banyak absen. Gelar sarjananya baru ia raih tahun 2010, sepuluh
tahun sejak ia tercatat sebagai mahasiswa tahun 2000.
Berbagai reaksi bisa bermunculan saat Bow Vernon beraksi,
mulai dari yang tertawa, terheran-heran atau kebingunan
Tahun 2004 bersama rekan
pesulapnya di “Memang Sulap Memang Sihir” tampil di Mal Citos (Cilandak
Town Square) memecahkan rekor main sulap nonstop 70 jam dalam acara
penggalangan dana untuk korban Tsunami Aceh. Pertunjukan mereka
tercatat di Guiness Book of Record. Bagi Bow ini adalah pengalaman luar
biasa, di sini kerjasama antarketiga pesulap ditambah dukungan spontan
dari 5 pesulap lainnya sangat besar. Mereka yang mendukung di sisi
panggung ikut memperhatikan permainan mereka bertiga dan langsung
memberi ide permainan secara spontan. Tenaga dan pikiran mereka bertiga
benar-benar terkuras karena mereka hanya boleh istirahat ke kamar
kecil selama 7 menit.
Tahun 2007 akhir Pentagram
dibubarkan karena masalah internal. Bersama Oge, Decky, Farou dan
Marsya Matilda mereka coba tampil mandiri. Mereka merancang konsep
acara sulap, yang mereka jual ke PH Avant Garde. Mereka tampil di acara
“Magic and Trick”-nya ANTV tahun 2008. Konsep acara sulap mereka
mengenalkan sulap sebagai hal biasa, menghilangkan sesuatu dan
memunculkan sesuatu. Selesai tayang acara Magic and Trick, Decky
berhenti dan kerja kantoran sedangkan Marsya berhenti karena hamil dan
melahirkan. Akhirnya Oge, Bow dan Farou membentuk tim baru dengan nama
Trilogy.
Bow tidak mengingkari bahwa di
kalangan para pesulap memang ada semacam kelompok-kelompok yang
terkesan eksklusif. Lebih parah lagi, diantara pesulap ada juga yang
“mencuri” trik atau “banting-bantingan” harga karena trik sulap banyak
kemiripan. Hanya pesulap-pesulap tertentu saja yang punya ciri khas
atau spesialisasi. Menurut Bow, kondisi ini sebetulnya merugikan
pesulap, terutama berkaitan dengan profesi. Sulap jadi sulit berkembang,
sulit menjadikan sulap memiliki posisi setara dengan seniman
pertunjukan seperti misalnya musik. Pertunjukan sulap seringkali kalah
menarik dibandingkan dengan musik, terutama untuk acara-acara internal
perusahaan seperti gala dinner, atau gathering.
Bersama Oge, Bow menggagas “Open
Stage”. Di event ini mereka mengundang 7 pesulap untuk tampil. Mereka
menyebut penampil sebagai “line-up”, jadi bukan adu hebat-hebatan.
Tujuannya adalah menjadikan Open Stage sebagai salah satu media untuk
menjual diri dengan keahlian sulapnya, tanpa harus melalui kelompok
atau agen.
Bow Vernon bersama rekan-rekannya di Trilogy Production
Diawal-awal responnya sangat
sedikit, cuma sekitar 50-an pesulap yang mau hadir. Adanya Stand up
Comedy yang mulai nge-trend secara tidak langsung membantu meningkatnya
respon para pesulap yang hadir ke event Open Stage.
Event yang diadakan sebulan
sekali ini tempatnya berpindah-pindah, biasanya di kafe. Melalui event
ini Bow ingin juga mengedukasi masyarakat dan pesulap juga agar bisa
menghargai seni sulap dengan pantas. Bow heran ada pesulap yang mau
dibayar Rp 50 ribu untuk main dari jam 2 siang sampai jam 7 malam
setiap hari selama 1 bulan penuh. “Sulap itu alatnya mahal dan
belajarnya lama, kalo kita mau dibayar murah, itu artinya kita sendiri
nggak menghargai seni ini,” paparnya saat bercerita kepada Tembi dengan nada geram.
Dalam event ini, mereka juga
mengundang pesulap-pesulap senior dan produser-produser acara sulap di
TV untuk berbagi pengalaman yang membangun karier. Dalam event ini
ditemukan ada banyak pesulap yang hanya tahu trik tapi tidak tahu
bagaimana tampil menarik.
Niat baik belum tentu dilihat
memang baik, masih saja ada yang menganggap Open Stage sebagai
bisnisnya Bow dan Oge. Banyak yang berpikir Bow dan Oge dibayar oleh
pemilik kafe. “Padahal kalau boleh jujur, sebetulnya gue dan Oge
seringkali nombok, biasanya kita keluar duit karena mbayarin minuman
pesulap yang minumannya lupa dibayar,” ungkap Bow sambil tersenyum
kecut.
Bow tidak pernah takut berbagi
kepada sesama pesulap, “Buat gue, kalo kita berbagi sesuatu, kita pasti
akan dapat sesuatu juga”.
Temen nan yuk ..!
Source: http://www.tembi.net